Numpang di bumi sudah 23 tahun

Tuinnngggg….
Pukul 07:40 WIB HP buntut itu bunyi, menandakan ada selembar pesan yang tersangkut di kotak masuk disana. Ternyata SMS itu berasal dari Aivos, salah satu orang yang aku sayangi selain Bunda, Ayah, dan saudara-saudaraku. Langsung saja aku buka, aku kaget ternyata isinya…:

“Yang ultah kapan gak sibuk, da yg mo disampein ne, gak bs lwat sms ato tlp”

Sejenak bibirku melebar tersenyum membaca pesan itu. Aku hampir lupa kalo hari ini adalah hari ulang tahunku, tepat dua puluh tiga tahun lalu aku dilahirkan.

Gak terasa udah tiga tahun yang lalu aku kepala dua. Tentu banyak pahit dan manis yang pernah aku rasakan, cukupkah pengalaman hidup selama duapuluh tiga tahun itu??? Aku rasa belum, masih banyak tantangan dan pengalaman yang menunggu aku di depan sana. Lari? Tentu saja bukan solusi, aku hanya bisa katakan,

“wahai tantangan tunggulah aku, suatu saat aku akan melayanimu, dan wahai pengalaman tunggulah aku, suatu saat aku akan memilikimu”

hanya itu yang bisa aku katakana untuk bisa tetap tegar menjalani hidup ini.

Selama dua puluh tiga tahun ini, aku merasa belum pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang tua. Aku adalah anak pertama dari enam bersaudara, sebagai anak laki-laki tertua tentu saja orang tua ku menaruh harapan yang sangat besar di pundakku.

Kadang aku merasa malu, profesi Ayahku adalah Dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Aceh, sudah seharusnya aku memperlihatkan prestasi akademik yang membanggakan baginya. Tapi malah aku membuat malu beliau, kuliahku yang sudah masuk tahun kelima ini nggak ada titik terang akan selesai.

Memang beliau nggak pernah komplain kapan aku selesai kuliah, tapi anak yang seharusnya menjadi contoh bagi kolega dan mahasiswanya ini tidak bisa diharapkan.

Malu, tapi mau gimana lagi, banyak sekali tantangan hidup yang memintaku untuk melayaninya, sebagai imbalannya aku mendapatkan guru yang sangat berharga, pengalaman.

Ibu ku bukan ibu rumah tangga, aku nggak mau katakana kalau ibuku Cuma ibu rumah tangga. Ibu ku adalah istri seorang Dosen, yang selalu setia menemani suaminya ketika pulang kerja. Mencuci dan memasak tentu saja tugasnya yang dilakukan setiap hari dengan hati bersih dan kikhlasan yang tinggi. Aku bangga punya orang tua sepeti mereka.

Adik-adikku ada lima orang, mereka sangat sayang sama aku, tapi kenapa aku kadang-kadang lupa sama mereka, kadang aku egois, kadang aku nggak adil dalam memberi perhatian antara adik yang satu dengan adik yang lain, kadang aku juga merasa nggak adil dalam memberi mereka jajan. Alhamdulillah sekarang aku udah bisa kasih mereka uang jajan, walaupun cuma Rp. 1.000, mereka terima dengan senang.

Tapi selama dua puluh tiga tahun ini aku belum pernah membahagiakan mereka. Aku pingin suatu hari nanti, “Bunda, Ayah ni ada tabungan, cukup untuk mendaftarkan Ayah sama Bunda naik haji tahun ini”. Aku ingin suatu hari itu bukan ketika Ayah dan Bundaku tua renta, bukan juga ketika mereka sudah tiada.

Cukup itu sajakah?.. nggak, suatu hari aku juga mau katakan, “Ayah istirahat aja, biaya kuliah dan sekolah adik-adik biar saya yang tanggung”. Aku berharap suatu hari itu bukan disaat ayahku memegang tongkat dengan berjalan membungkuk kesana-kemari.

Hari ini aku cuma bisa katakana, “tunggu, akan aku capai impian itu”.

Pernah aku membaca tulisan di sebuah stiker inspiratif, yang dikutip dari kata-kata bijak Og Mandino:

“The only people who never fail are those who never try”

Kira-kira terjemahan bebasnya seperti ini:

“hanya orang-orang yang nggak pernah gagal adalah orang-rang yang nggak pernah mencoba”
Yak… kita harus mencoba, kalo tidak mana tahu kita gagal atau nggak.

Posted in: Notes